Sabtu, 30 April 2011

Naskah Melayu Tertua Ada di Kerinci

Ulfan Rahmad
30/04/2011 20:18


Liputan6.com, Jambi: Budayawan Jambi Nukman SS mengatakan, seorang ahli filologi dari Hawaiy University Amerika Serikat Uli Kozok dalam risetnya menyimpulkan naskah melayu tertua di dunia ada di Kerinci. "Dalam kesimpulan dari riset yang dilakukannya di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Belanda, filolog Dr Uli Kozok menyimpulkan bahwa naskah Melayu tertua ada di Kerinci, tepatnya di Desa Tanjung Tanah," kata Nukman SS, Sabtu (30/4).

Naskah tersebut, kata Nukman, ternyata jauh lebih tua 200 tahun dibanding dengan naskah surat Raja Ternate yang sebelumnya dinyatakan sebagai naskah melayu tertua di dunia. Naskah kitab undang-undang Tanjung Tanah diperkirakan dikeluarkan pada abad 14.

Menurut Nukman, kesimpulan Uli Kozok tersebut juga didasari atas uji radio karbon yang dilakukan pihaknya di Wellington, Selandia Baru, atas sampel bahan kertas Daluang (samakan kulit kayu) yang digunakan untuk penulisan naskah itu. "Uli Kozok dari hasil uji radio karbon yang sangat akurat prediksinya itu menegaskan kalau Daluang yang digunakan untuk media penulisan naskah tersebut bisa dipastikan ditebang pada rentang waktu antara abad 12 hingga 13," katanya.

Dari usia itulah, menurut Nukman, dapat diprediksikan penulisan naskah itu pun berkisar tidak jauh dari abad itu, maksimal pada abad ke 14 naskah itu telah dibuat. Sesuai catatan sejarah pula, kalau pada masa itu Kerajaan Melayu yang beribukota di Darmasyaraya (sebuah kabupaten pemekaran Sumbar, tetangga dekat kabupaten Kerinci) diperintah oleh Raja Adityawarman, itu sedang pada masa puncak kejayaannya.

Prediksi umur naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah juga berdasarkan pada analisa jenis aksara yang digunakan. Meskipun diketahui Kerinci sudah memiliki aksara sendiri yakni, aksara Incoung, namun empunya yang menuliskan kitab tersebut menggunakan aksara pasca-Pallawa, bukan aksara Pallawa dan bukan pula aksara Jawa kuno.

"Karena itu, Uli Kozok menyimpulkan naskah tersebut pasti dikeluarkan oleh pihak kerajaan yakni raja Adityawarman, yang tengah gencarnya membangun imej pemerintahannya sendiri mengingat pada masa itu adalah era mulai melemahnya pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha besar di Pulau Jawa," katanya.

Aksara Incoung, meskipun telah menjadi aksara asli yang sudah digunakan secara umum oleh masyarakat Kerinci masa itu, namun bagi pihak kerajaan aksara itu dianggap aksaranya kaum Sudra atau rakyat jelata. Orang luar Kerinci menyebut aksara itu sebagai Surat Ulu yang artinya aksara dari pedalaman sebagaimana posisi Kerinci sendiri yang memang berada di pedalaman Bukit Barisan.

"Oleh karena itu, menurut Uli Kozok penggunaan aksara itu tidak terlepas dari politik Adityawarman sendiri yang sangat terobsesi untuk membangun kerajaannya sendiri yang mandiri hingga mampu melepaskan diri dari pengaruh kerajaan besar di Jawa, maka dia menggunakan aksara sendiri yang berakar dari aksara Pallawa dan Jawa, daerah yang sebelumnya menjadi tempat tinggalnya dan menimba ilmu," kata Nukman.(Ant/ULF)

Jumat, 15 April 2011

Konser Koin Sastra

Mentari Meida
Friday, April 15, 2011

Penampilan Sudjiwo Tedjo dan Soimah Pancawati

Dalang Edan diiringi Dewa Budjana dan Dwiki Dharmawan

Puncak acara dari Koin Sastra yang digelar untuk membantu PDS HB Jassin akan dilaksanakan minggu depan pada hari Rabu, 13 April 2011 pukul 19.30 di Bentara Budaya Jakarta. Sejumlah artis, penyair dan seniman akan turut menyemarakan acara ini. Diantaranya adalah Dewa Budjana, Ayu Laksmi, Soimah Pancawati, Sarasdewi, Ananda Sukarlan, Reda Gaudiamo, Djenar Maesa Ayu, Anji Drive, Gunawan Maryanto, Garin Nugroho, Sujiwo Tedjo dan Jose Rizal Manua.

Djenar Maesa Ayu membacakan cerpennya "Cat Hitam Berjari Enam"

Sambutan dari Ajip Rosidi, Ketua Dewan Pembina Yayasan PDS HB Jassin

Koin Sastra telah terselenggara dalam waktu hampir satu bulan belakangan ini dan diharapkan akan terus berjalan guna membantu PDS HB Jassin yang terancam tutup dikarenakan kurangnya anggaran dana yang diberikan Pemprov DKI Jakarta. Sampai saat ini Koin Sastra telah dilaksanakan oleh sejumlah mahasiswa dan kelompok masyarakat pecinta dan peduli seni, sastra dan budaya di Depok, Jakarta, Bali, Surabaya, Kendari, Bogor, Gorontalo, Semarang, Palembang, Malang, Bandung. Dan sejumlah kampus yang turut berperan aktif adalah Universitas Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Udayana Denpasar.

Feby Febiola feat. Mayong Suryo Laksono sebagai MC

Garin Nugroho berkolaborasi dengan Reda Gaudiamo & Ari Malibu

Khrisna Pabichara, Ketua penggagas gerakan Koin Sastra di Jakarta sangat aktif mengabarkan mengenai Koin Sastra dan PDS HB Jassin melalui blog, Facebook, maupun Twitter-nya. Mengajak teman-teman mahasiswa, penyair, sastrawan dan dari kalangan mana pun untuk ikut peduli terhadap keberlangsungan PDS HB Jassin. Koin Sastra tidak semata-mata mengumpulkan dana untuk membantu menyambung hidup perpustakaan yang memiliki koleksi naskah dan buku terlengkap di Asia tersebut, namun Koin Sastra juga membentuk beberapa program. Tim penggagas Koin Sastra bekerja sama dengan kurang lebih 100 orang relawan untuk menditigalisasikan naskah-naskah di PDS HB Jassin. Berita terakhir yang saya sendiri dapat melalui Facebook-nya, Mas Khrisna mengatakan bahwa sudah terkumpul tujuh unit komputer, empat unit scanner dan duaprinter hasil sumbangan dari para relawan. Total donasi dalam bentuk uang dan peralatan yang telah diterima Pengurus PDS HB Jassin jika dirupiahkan Rp 157.763.300. Pagi ini, masih juga pada Facebook-nya Mas Khrisna saya mendapat kabar bahwa penggalangan dana Koin Sastra yang digelar oleh Seniman dan Pengamen Senen di Pasar Senen kemarin siang berhasil terkumpul uang sebesar Rp. 401.000.

Cok Sawitri, Ayu Laksmi & I Wayan Sura

Jose Rizal Manua

Dalam konser Koin Sastra yang akan berlangsung minggu depan, masih sangat diharapkan kontribusi dari berbagai pihak untuk membantu dan mendukung gerakan Koin Sastra ini demi keberlangsungan PDS HB Jassin. Silahkan datang ke Bentara Budaya Jakarta untuk menyaksikan acara ini. Tidak dipungut bayaran bagi setiap orang yang datang, namun dengan takzim Koin Sastra masih menunggu uluran tangan anda untuk memberikan donasi seikhlasnya. Bantuan juga bisa melalui rekening BCA 7770817564 & rekening Mandiri 131-00-0971505 atas nama Zeventina Octaviani. 

Penampilan Saras Dewi dengan suami menyanyikan "Kupu-kupu Barong"

Sumbangkan "koin" anda untuk menunjukan kepedulian terhadap sastra dan budaya kita. Tak akan genap nilai jutaan rupiah jika kehilangan sebuah koin dalam bagiannya.


Kamis, 14 April 2011

#Koinsastra Berhasil 'Sentil' Pemprov DKI Jakarta

Pebriansyah Ariefana - detikhot


Jakarta Pemprov DKI Jakarta pimpinan Fauzi Bowo seakan disentil oleh para seniman yang peduli dengan PDS HB Jassin. Konser #koinsastra yang digelar Rabu (14/4/2011) malam berhasil mengumpulkan dana amal lebih dari Rp 62 juta.

Nilai tersebut di atas nilai dana pertahun untuk Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dari Pemprov DKI sebesar Rp 50 juta. 

Konser yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat itu benar-benar meriah dengan para musisi, budayawan, sastrawan, bahkan sutradara film dan teater. Mereka mempunyai satu visi dan misi, mengumpulkan dana untuk perkembangan PDS HB Jassin hingga tercapai nilai Rp 15 miliar untuk dana abadi PDS HB Jassin.

Konser yang dibuat seadanya dan sederhana itu dibuka pukul 20.00 WIB. Ajib Rosidi sebagai ketua Yayasan PDS HB Jassin membuka konser dengan curhatan-curhatan soal kemalangan PDS HB Jassin.

Dalam pembukaan tersebut Ajib menuturkan soal tawaran pemerintah DKI  Jakarta. Pemprov DKI memberikan tawaran agar PDS HB Jassin dikelola oleh Pemprov DKI. Namun Ajib keberatan.

"Kami sudah tidak percaya dengan PNS, kalau diserahkan begitu saja, kami khawatir malah tidak bisa merawatnya," begitu kata Ajib malam itu disambut gemuruh tepuk tangan yang menandakan setuju dengan ucapannya.

Sinisme dan teguran untuk Pemprov DKI belum usai, kini sutradara Garin Nugroho memberikan sebuah pandangan soal kondisi Indonesia yang makin parah. Dengan diiringi lagu 'Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana', Garin mulai berpidato.

Intinya dari pidato Garin, pemerintah itu sudah kehilangan sebuah suku kata, 'cinta sederhana'. Ia ingin mengajak para politikus untuk menangis dan berduka atas keadaan PDS HB Jassin yang tak terurus.

"Kita suruh anggota DPR menangis di gedung DPR hingga airmatanya menetes melihat PDS HB Jassin," ungkapnya dengan bergelora.

Konser #koinsastra banyak menampilkan sastrawan atau penulis untuk membaca puisi. Di banding bernyanyi, puisi lebih laku di konser tersebut.

Sebut saja yang membaca puisi, Djenar Maesa Ayu, Josse Rizal Manua, Soimal Pancawati, dan masih banyak lagi. Rata-rata mereka membacakan dengan gaya dan karakter berbeda.

Namun di antara para pembaca puisi, ada penampilan yang nyentrik dan unik. Yaitu kolaborasi Dewa Budjana dan Dwiki Dharmawan dengan pesinden Soimah, Ayu Laksmi, Sura dan Sudjiwo Tedjo. Sudjiwo Tedjo menyebut kolaborasi ini dengan sebutan The Juancuk Big Band. Tentu pemberian nama itu membuat penonton tersenyum lebar.

Lagu pertama yang dibawakan mereka berjudul 'Karma'. Dalam lagu tersebut Sudjiwo Tedjo berpesan bahwa dirinya percaya dengan karma.

"Saya percaya orang yang membuat undang-undang porno. Kalau orang itu karena bukan benci porno, pasti akan kena. Karma itu ada di juancuk in the world," pria yang disebut sebagai dalang edan itu.

Sang dalang edan masih lanjut meski malam sudah larut. Kali ini Sujiwo memperlihatkan keahliannya bermain saksofon. Ternyata mahir juga lho. "Main saksofon yang penting gaya," katanya.

Masih berduet dengan Budjana dan Dwiki. Kali ini pembacaan puisi dramatis dengan diselingi penggugah hati nurani, budayawan Cok Sawitri beraksi. Cok membawakan puisi dengan berhati-hati.

Hal yang seru saat penampilan Cok dengan Ayu Laksmi yang muncul tiba-tiba dengan mengenakan pakaian serba putih. Ia juga tampil bersama pria berjoreng.

Selain itu, di atas panggung cok dan Ayu berceloteh dengan mengajak pengunjung Konser #sastra di BBJ.

Tiba-tiba saat Cok mengajak, ada anak kecil bernama Raka. Raka datang dengan memberikan celengan berbentuk kendi merah. Raka bercerita mengumpulkan uang receh di dalam kendi mungilnya sejak Desember 2010. Jelas hal itu menyentil Pemprov DKI  Jakarta. 

Sindiran lain juga dilempar Piyu 'Padi'  yang bermain dua lagu di panggung #koinsastra. Katanya seharusnya tidak ada konser seperti itu. Karena semua kan sudah ada yang mengurusi, mengapa harus diadakan konser? Ke mana pemerintahnya?

Sementara itu, artis sekaligus anggota DPRD DKI  Jakarta menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian pengawasan kepada Pemprov DKI.

"DPRD telah lalai membiarkan PDS HB Jassin. Kami akan memperbaiki kinerja kami. Semoga bisa bermakna," ucap Wanda yang membawakan puisi berjudul 'Kembalikan Indonesia Padaku' karya Taufiq Ismail.

Malam semakin larut, penampilan Float dan Efek Rumah Kaca menjadikan konser menjadi klimaks. Sementara penonton sudah ada yang meninggalkan tempat duduk. Sampai malam, dana yang terkumpul menembus angka Rp 62 juta.

Namun penggalangan terus berjalan, dan angka akan terus berubah. Pihak #koinsastra siap menerima 'koin' Anda.


(ebi/ich)

Konser #Koinsastra Jilid II Disiapkan

KAMIS, 14 APRIL 2011 | 18:08 WIB


TEMPO InteraktifJakarta - Salah satu penggagas #Koinsastra, Krishna Pabichara, mengatakan Konser #Koinsastra jilid dua akan kembali digelar. Akan tetapi, Krishna belum bisa memastikan kapan Konser #Koinsastra jilid dua digelar.


"Artis yang sudah menyatakan siap tampil (di Konser #Koinsastra jilid II) Anji Drive dan Netral," ujar Krishna lewat sambungan telepon, Kamis (14/4).

Konser #Koinsastra semalam digelar sekelompok masyarakat dan seniman sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin kekurangan dana setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memangkas anggaran untuk pusat dokumentasi sastra Indonesia terbesar di Asia.

Pada konser yang digelar di Bentara Budaya Jakarta itu, setiap kursi yang tersedia di arena konser disediakan amplop. Para tamu yang datang dapat menyumbang langsung atau mentransfernya ke nomor rekening yang tercantum di amplop itu. 

Menurut Krishna, hingga saat ini dana yang terkumpul dari gerakan #Koinsastra mencapai sekitar Rp 173 juta. Hari ini, dana yang didapat sebesar Rp 3 juta.

Krishna mengatakan dana tersebut akan diprioritaskan untuk tiga pos. Pertama, langsung untuk Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Kedua, untuk program Wisata Sastra yang menyasar ke siswa-siswa sekolah menengah. 

Ketiga, untuk program-program yang disepakati penggagas #Koinsastra dengan pengelola Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Program tersebut di antaranya pemutakhiran data dengan menurunkan 10 orang tiap hari kecuali hari minggu dan digitalisasi data Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.

KODRAT SETIAWAN

Piyu: Koin Sastra Mestinya Tak Ada

Teguh Prayoga Sudarmanto | Jodhi Yudono | Kamis, 14 April 2011 | 02:11 WIB
 
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun Konser #Koinsastra tetap diadakan, Rabu (13/4/2011) malam, Piyu "Padi" mengungkapkan, acara yang diapresiasikan untuk donasi Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin tersebut semestinya urung dilakukan. Lho, kok? Ternyata, gitaris band Padi tersebut ingin menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap PDS HB Jassin.

Piyu yang bernama asli Satriyo Yudi Wahono itu merasa bahwa selama ini pemerintah lepas tangan dalam kepengurusan "jati diri" sastra Indonesia tersebut. "Sepertinya ada skenario membiarkan. Padahal, PDS HB Jassin itu jati diri bangsa. Seharusnya acara ini enggak ada," kata Piyu, Rabu, sebelum penampilannya di #Koinsastra, di Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta.

Baginya, sastra Indonesia sudah semestinya diurusi karena sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa ini. "Padahal, pusat sastra dapat dibikin secanggih mungkin," lanjutnya.
Jadi, tak heran seandainya keragaman budaya Indonesia banyak diambil oleh negeri tetangga seperti Malaysia. Hal itu disebabkan tidak lain adalah karena ketidakpedulian sejak dini, khususnya dari pemerintah, untuk menginisiasi dan melaksanakan perawatan dan pemberdayaan terhadap sastra-sastra tersebut.

"Jangan sampai nanti kalau kita baru kehilangan sesuatu, kita marah. Jangan sampai terjadi pengklaiman, baru kita menyesal," tuturnya menambahkan.

Padahal, banyak sekali manfaat dari pendokumentasian yang dilakukan PDS HB Jassin, salah satunya dicontohkan Piyu, "Dengan adanya pendokumentasian, maka akan terjadi sharing ilmu, ilmu yang tidak lekang oleh zaman. Berbeda dengan gedung (polemik pembangunan Gedung DPR), yang akan hancur oleh gempa," tambah Piyu dengan bersemangat.

"Padahal, mereka kelihatan pintar (menunjuk salah satu orang di DPR). Ternyata, sudah kelihatan dari cara ngomong mereka, ngakunya pintar tapi cetek," tutup Piyu. Saat itu dia akan bermain solo pada acara Konser #Koinsastra.

Rabu, 13 April 2011

Malam Ini Puluhan Musisi Gelar Konser #Koinsastra

RABU, 13 APRIL 2011 | 14:16 WIB


TEMPO InteraktifJakarta - Pada pukul 19.30 WIB Rabu (13/4) malam ini, lebih dari 20 musisi dan seniman bakal menggelar Konser #Koinsastra. Konser sederhana yang diselenggarakan di pelataran Bentara Budaya Jakarta tersebut ditujukan untuk menyelamatkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, yang tengah mengalami krisis keuangan dan terancam bangkrut.


Seniman dan artis yang terlibat dalam acara yang digagas lewat jejaring Twitter dan Facebook tersebut adalah, antara lain, Dewa Budjana, Ayu Laksmi, band Kotak, Piyu Padi, Dwiki Dharmawan, Soimah Pancawati, Jose Rizal Manua, Djenar Maesa Ayu, Efek Rumah Kaca, Ananda Sukarlan, Warih Wisatsana, Sruti Respati, I Nyoman Sura, Gunawan Maryanto, Hanna Fransisca, Nussa Band, Saras Dewi, Reda Gaudiamo, Ari Malibu, dan sutradara Garin Nugroho.

Dari siaran pers yang diterima Tempo, hasil dari keseluruhan konser tersebut akan sepenuhnya disumbangkan untuk PDS HB Jassin. Penggalangan dana masyarakat tersebut nantinya digunakan untuk membiayai proses digitalisasi dokumen-dokumen penting.

Sekitar 50 ribu dokumen sastra Indonesia terancam rusak karena usia. Untuk menyelamatkannya, PDS membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk merawat dan menyimpan koleksi tersebut. Di tempat itu tersimpan naskah-naskah sejak tahun 1900 dan menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian kebudayaan dan sastra dari dalam dan luar negeri.

Aguslia Hidayah

Penggalangan Dana Koinsastra Mencapai Rp 110 Juta

RABU, 13 APRIL 2011 | 20:24 WIB


TEMPO InteraktifJakarta -Khrisna Pabichara, penyair yang menjadi koordinator #koinsastra, mengatakan, hingga 29 Maret lalu penggalangan dana untuk PDB HB Jassin sudah mencapai Rp 110.263.300.


Dana itu terhimpun sejak 18 Maret hingga lalu. Sumbangan terkecil senilai Rp 500. "Terakhir baru saja Pramono Anung, wakil ketua DPR, mengirim sumbangannya," kata Khrisna di sela-sela Konser #Koinsastra di Bentara Budaya Jakarta, Rabu 13 April 2011 malam ini.

Konser ini sebagai bagian dari upaya untuk menggalang dana bagi PDBS. Di setiap kursi yang tersedia di arena konser disediakan amplop. Para tamu yang datang dapat menyumbang langsung atau mentransfernya ke nomor rekening yang tercantum di amplop itu.

Panitia #Koinsastra telah menetapkan nomor rekening penampung pada Bank BCA nomor 7770817565 a.n Zeventina dan Bank Mandiri nomor 131-00-0971505 a.n Zeventina. Konfirmasi pengiriman pada Khrisna di nomor 081398958598.

IWANK

Senin, 11 April 2011

Dari PDS HB Jassin, Koin Sastra & Minat Baca

Ray Jordan-Dede Rohali - Okezone 
Jum'at, 1 April 2011 08:34 wib


MUNGKIN belum banyak yang tahu 17 Mei dicanangkan sebagai Hari Buku Nasional oleh pemerintah delapan tahun silam. Tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang terbilang masih rendah. Lagi-lagi disayangkan karena hanya mengedepankan simbolisasi tanpa ada upaya konkret yang konsisten, hasinya pun masih jauh api dari panggang.

Hasil survei lima tahunan dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) benar-benar membuat kita mengurut dada. Pasalnya, survei yang melibatkan siswa SD itu, hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.

Kemudian dalam penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 juga menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. Kecenderungan ini sepertinya akan terus menurun karena tidak ada perubahan yang radikal dari pemerintah untuk menggenjot minat baca masyarakat, terutama di kalangan anak-anak.

Salah satu bukti, kurang diperhatikannya perpustakaan yang dimiliki pemerintah terutama di daerah. Pengelolaan perpustakaan daerah dilakukan ala kadarnya, sehingga tidak mampu mengimbangi tuntutan zaman. Padahal perpustakaan menjadi tempat alternatif untuk menyuburkan benih minat baca masyarakat khususnya generasi muda.  Sebab itu, kemelut yang melanda Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin setidaknya menyadarkan semua pihak terlutama pemerintah agar tidak mengabaikan buku dan perpustakaan.

Isnain (51), staf bidang sirkulasi dan kliping yang telah bekerja 20 tahun di PDS JB Jassin menuturkan keprihatinan terhadap kondisi tempatnya bekerja. Untuk menghemat biaya agar pusat dokumentasi ini tetap berjalan dan melayani masyarakat, pengelola PDS HB Jassin harus mematikan pendingin udara pada saat pulang kerja.

Hal ini justru membuat ruangan koleksi karya sastra tersebut menjadi lembab dan mempercepat kerusakan kertas. "Padahal untuk menjaga dokumen-dokumen yang ada di sini kondisi ruangan harus tetap dingin agar kertas-kertasnya bisa awet. Kalau AC dimatikan dan dihidupkan lagi ruangan bisa menjadi lembab, sehingga bisa mempercepat perusakan pada kertas-kertas tersebut," papar Isnain.

Meski bekerja dalam kondisi demikian dan gaji pas-pasan, dia tetap semangat dan optimis PDS JB Jassin tidak akan tutup. Pasalnya, selain sering dikunjungi para peneliti mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan asing, dia mengaku senang melayani pengunjung dan mengabdi di PDS HB Jassin.

"Yang menguatkan semangat untuk mengabdi di sini karena bisa menuangkan hobi dan kreativitas kami, seperti mengkliping sastra dari berbagai media dan karya, buku. Selain itu, bekerja di sini juga menambah wawasan karena leluasa membaca berbagai macam tulisan, karya, dan informasi mulai dari tahun 1920-an hingga sekarang," tutur Isnain.

Sementara itu Koalisi Perpustakaan dan Pustakawan Indonesia juga meminta Provinsi DKI Jakarta, Perpustakaan Nasional, dan Kementerian Pendidikan Nasional menyelamatkan keberadaan PDS HB Jassin. "Kami meminta agar pihak terkait berkewajiban mengelola Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin sesuai dengan standar perpustakaan yang berlaku," demikian melaui siaran pers yang dirilis di Jakarta.

Koalisi Perpustakaan dan Pustakawan Indonesia menolak PDS HB Jassin menjadi alat politik ormas atau partai tertentu untuk kepentingan politik. Selain itu, minta kepada para pustakawan atau program studi ilmu perpustakaan untuk membantu tenaga dan pikirannya agar dapat menyelamatkan koleksi PDS HB Jassin.

Adapun munculnya gerakan koin sastra yang dimotori para pecinta sastra dan aktivis mahasiwa di sejumlah kampus, menjadi tamparan keras bagi pemerintah yang lalai terhadap tanggung jawab dalam meningkatkan minat baca masyarakat dengan membangun dan mengembangkan infrastruktur perpustakaan. Dua kejadian ini seyogianya menjadi pintu untuk memperbaiki kondisi perpustakaan tak hanya di PDS HB Jassin, melainkan seluruh perpustakaan umum yang dikelola oleh pemerintah.

“Begitulah, tuan dan puan. Setelah bom buku, kini pemerintah kita menelantarkan buku.” Sindiran ini diutarakan Arlian Buana, mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN saat menggelak aski koin sastra, beberapa waktu yang lalu. “Mempertahankan PDS HB Jassin, berarti mempertahankan bagian sejarah dan kebudayaan bangsa,” tukas dia.

Dalam kaitan ini, pemerintah diminta jangan sebelah mata terhadap pendokumentasian karya sastra yang dianggap tidak banyak memberikan keuntungan. Nilai karya sasta tidak bisa dibeli atau diukur dengan uang. Karya sastra merupakan warisan budaya yang tak ternilai.

Arventa Aprilia, mahasiswi semester 6 jurusan Ilmu komunikasi Satya Negara Indonesia (Usni) pun meminta pemerintah segera mengambil tindakan konkret untuk menyelematkan aset PDS HB Jassin.  “Ya, sayang aja pemerintah mengurangi dana untuk PDS HB Jassin. Soalnya biar gimana pun itu kan aset negara," ujarnya kepada okezone.

Senada diungkapan Abdul Ghofur, mahasiswa Usni lainnya. “Saya dukung gerakan mahasiswa untuk mengumpulkan koin. Dengan cara ini berharap pemerintah tersadar kalau masih banyak yang peduli dengan keberadaan perpustakaan tersebut. Pemerintah harus membantu, berikan subsidi yang layak ke PDS HB Jassin daripada memberikan fasilitas lebih untuk anggota dewan. Lebih baik untuk kemajuan dan perawatan perpustakaan aja.”

Aya, mahasiswa UIN jurusan tarbiyah mengungkapkan hal yang sama. “Itu menunjukkan pemerintah enggak punya perhatian sama peningkatan mutu. Udah minat baca masyarakat rendah, sosialisasi tentang perpustakaan kurang, terus sekarang perpusnya mau ditutup. Waduh waduh.....”

Rabu, 06 April 2011

'Dari Bandung untuk HB Jassin' Kumpulkan Jutaan Rupiah

RABU, 06 APRIL 2011 | 09:49 WIB


TEMPO InteraktifBandung - Aksi solidaritas seniman Bandung yang bertajuk "Dari Bandung untuk HB Jassin", telah mengumpulkan dana lebih dari Rp 6 juta. Sumbangan berbagai kalangan itu rencananya akan diserahkan ke pengelola Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Jakarta pada 13 April 2011.


Dana tersebut terkumpul dari peserta seminar, lelang lukisan, penjualan pin, dan donasi ikatan penerbit buku, juga seniman Bandung yang hadir di acara malam seni, 4 April 2011, di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. "Jumlah uang yang terkumpul sekarang Rp 6.584.400," kata panitia acara Matdon, Rabu (6/4).

Seniman Bandung berharap Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin tidak ditutup karena kehabisan dana operasional. “Jika jadi ditutup, ini menjadi kiamat bagi dunia sastra dan peradaban budaya kita,” ujarnya.

Penerimaan donasi masih dibuka hingga menjelang penyerahan ke PDS HB Jassin. Sumbangan selain ke panitia acara juga bisa lewat rekening atas nama Ahda Imran, nomor 1392323206 Bank Central Asia kantor cabang Cimahi, Jawa Barat.

Sebelumnya diberitakan, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin mengalami kesulitan operasional setelah dana hibah dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2011 ini dipangkas menjadi hanya Rp 50 juta. Penetapan dana hibah ini ditetapkan lewat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 215/2011 tanggal 16 Februari 2011. Tahun lalu, lembaga nirlaba itu menerima Rp 165 juta, sedangkan pada tahun 2003 mendapat dana dari Pemerintah DKI sebesar Rp 500 juta setahun.

Dalam pernyataan sikapnya, seniman Bandung meminta pemerintah pusat dan DKI Jakarta membantu pendanaan untuk PDS HB Jassin agar pusat dokumentasi itu terus beroperasi. Mereka juga meminta Pemerintah DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan PDS. HB Jassin ke Dinas Pendidikan agar pendanaannya lebih serius dan kompeten.  

ANWAR SISWADI

Jumat, 01 April 2011

Target Koinsastra: 15 M!

Jodhi Yudono | Jumat, 1 April 2011 | 14:02 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com--Maret 2011 seolah ditakdirkan sebagai “bulan duka” bagi pegiat dan penikmat sastra. Bermula pada 1 Maret ketika Ags. Arya Dwipayana berpulang, disusul mangkatnya sang cerpenis, Ratna Indraswari Ibrahim, lalu kabar tentang PDS HB Jassin. Tapi, itu pula yang menyemangati Sastra Reboan semalam (Rabu, 30/3) di Wapres Bulungan, Jakarta.

Tak seperti bulan-bulan sebelumnya, Wapres Bulungan tampak lebih terbuka setelah pohon tumbang menimpa atapnya. Sisa-sisa gerimis terhidang di permukaan meja dan kursi. Namun, pengunjung tak surut, tetap setia menikmati suguhan puisi, lagu, dan obituari Mas Adji, sapaan akrab Ags. Arya Dwipayana. Lantun “Doa” Jodhi Yudono membuka Sastra Reboan, dan renungan Zay Lawang Langit membuat suasana semakin hikmat.

Sesudahnya, Khrisna Pabichara, salah seorang penggagas Gerakan #Koinsastra, menyampaikan tujuan Gerakan #Koinsastra dan capaian terbaru. “Hajat terbesar #Koinsastra adalah berupaya mengumpulkan donasi semaksimal mungkin, jika bisa hingga Rp 15 miliar, agar ada “dana abadi” untuk menjamin keberlangsungan PDS HB Jassin,” kata Khrisna. Hingga 29/3, setelah bergulir selama 10 hari, #Koinsastra telah berhasil mengumpulkan donasi Rp 107.684.000, dan sudah diterima oleh Pengurus PDS HB Jassin.

Selain itu, #Koinsastra menggalang partisipasi masyarakat untuk pengadaan peralatan digitalisasi literatur, yakni 6 komputer, 4 mesin pemindai, dan 2 fotokopi. Jika diuangkan, donasi peralatan itu mencapai kisaran angka Rp 43.000.000. Saat ini upaya penggalangan dana masih terus berlangsung. Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang segera menggelar aksi, begitu pula dengan mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Di Bandung, akan digelar aksi solidaritas di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) pada 4/4. Konser #Koinsastra pun akan digelar di Bentara Budaya Jakarta (13/4), yang akan didukung oleh banyak musisi, penyair, dan budayawan.

“Digitalisasi dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dokumen asli dan memudahkan akses seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh data di PDS HB Jassin,” tambah Khrisna. Akhirnya, Khrisna membacakan puisi “Tetapi Waktu” anggitan Ags. Arya Dwipayana, lalu ditutup dengan puisi karyanya sendiri, “Suatu Malam Ketika Aku Merindumu.” Setelah Khrisna menuturkan tujuan dan capaian Gerakan #Koinsastra, Imam Ma’arif, Koordinator Tim Kecil #Koinsastra Jakarta menampilkan musikalisasi puisi.
Aksi penggalangan dana malam itu mendulang Rp 350.500. (*)

PDS HB Jassin & Perpus UI, Bagai Langit dan Bumi


Marieska Harya Virdhani - Okezone
Jum'at, 1 April 2011 08:37 wib

SEBAGAI tempat yang menyimpan banyak ‘jendela dunia’, perpustakaan seharusnya menjadi wahana yang amat bernilai harganya. Tentu kita tak boleh menyia –nyiakan ilmu pengetahuan yang banyak tertulis di setiap buku yang menjadi nyawa dari perpustakaan.

Kapan terakhir kali Anda pergi ke perpustakaan? Mungkin sebagian besar adalah pada saat mengenyam studi di perguruan tinggi. Itupun karena harus memenuhi tugas kuliah saja atau menjelang ujian. Perpustakaan sejatinya menjadi pusat peradaban dunia karena merupakan gudang ilmu pengetahuan. Karena itu, memerlukan ahli pustaka dan tentunya dana yang cukup untuk merawat buku dan mendokumentasikannya dengan baik agar bermanfaat bagi generasi penerus.

Kalau tak ada dana, apakah perpustakaan bisa bertahan? Tentu saja tidak, hal itulah yang kini sedang terjadi pada Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin yang terancam ditutup karena tak memperoleh dana yang cukup dari pemerintah. Menurut pihak PDS HB Jassin, dana yang didapat tahun 2011 dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya Rp 50 juta.

Itulah yang membuat mereka tak bisa memenuhi biaya operasional seperti membayar gaji karyawan, merawat 50 ribu karya sastra, hingga belanja buku. Lalu bagaimana jika kita bandingkan dengan obsesi Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar R Somantri dalam membangun perpustakaan terbesar di dunia?

Sungguh perbedaan yang sangat timpang, baik dari segi biaya, semangat, hingga sarana prasarana dan fisik gedung, serta sistem digitalisasi yang sama sekali tidak ditemukan di PDS HB Jassin. Memang betul, perpustakaan yang diklaim sebagai salah satu perpustakaan termegah dan tercantik di dunia itu saat ini masih dibangun. Namun tak lama lagi perpustakaan UI yang megah itu akan dapat dinikmati oleh para pecinta buku dari kalangan manapun.

“Saat ini perpustakaan UI sudah masuk tahap akhir design interior, hanya tinggal menyelesaikan urusan kontrak dengan para tenant yang akan menyewa di lantai dasar. Nantinya akan ada toko buku, bank, hingga kafe yang sangat nyaman. Juga ada meeting point atau ruang serba guna,” ujar Rektor UI Gumilar R Somantri kepada okezone, baru-baru ini.

Gumilar menambahkan, peresmian perpustakaan tersebut bahkan akan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kelebihan lainnya, tutur Gumilar, perpustakaan tersebut adalah yang terbesar yakni seluas 33 ribu meter persegi. “Kami pakai sistem digitalisasi, jadi mahasiswa dari Surabaya ataupun dari luar negeri, tetap bisa membaca dokumen di perpustakaan kami. Tinggal cari katalognya, tak hanya original material, tentunya digital material, terdiri dari delapan lantai,” jelas Gumilar.

Perpustakaan UI diandalkan akan menjadi jantung akademik kegiatan perguruan tinggi yang memiliki tanggung jawab sebagai wadah untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan ilmu. Bayangkan saja, dana yang digelontorkan untuk pembangunan perpustakaan UI saja mencapai Rp200 miliar, belum lagi dana perawatan buku nantinya. Sangat timpang jika dibandingkan dengan dana yang diperoleh oleh PDS HB Jassin yang hanya Rp50 juta per tahun.

Uniknya lagi, sebagian dari kebutuhan energi menggunakan sumber energi matahari. Jadi sebuah perpustakaan megah yang hemat energi dan air. Selain itu, gedung ini juga bebas dari asap rokok dan mewajibkan pengunjung untuk menggunakan sepeda atau berjalan kaki. “Kami ingin menghadirkan suasana yang ramah lingkungan. Kami tidak akan menebang pohon-pohon besar yang diameternya mencapai satu meter. Perpustakaan tersebut menampung hingga 6 juta buku dengan kapasitas 20.000 pengunjung setiap harinya, dengan masing-masing lantai seluas 6 ribu m2,” kata Gumilar.

Keunikan lain, terdapat berbagai huruf aksara dari seluruh dunia yang akan ditulis di kaca gedung sebagai dinding. Perpustakaan akan dilengkapi sistem ICT mutakhir yang menungkinkan pengunjung menikmati secara leluasa sumber informasi elektronik seperti e-book, e-journal.

Mengenai alokasi dana, UI mendapat bantuan pendidikan negara serta dibantu oleh BNI 46. Lalu mengapa negara seolah sulit melakukan hal yang sama dengan PDS HB Yasin seperti halnya dengan perpustakaan UI? Padahal disana banyak tersimpan puluhan ribu karya sastra yang begitu bernilai.

Budayawan JJ Rizal yang juga Sekretaris Yayasan PDS HB Yasin memastikan jika tak ada gelontoran dana yang cukup dari pemerintah provinsi DKI Jakarta, tak ada pilihan lain bagi pengurus untuk menutup PDS HB Jassin. Mereka juga tak mau menerima uluran tangan keprihatinan dari sejumlah pihak yang hanya bermuatan politis. “Kami tak ingin dipindahkan, kami juga tak ingin dokumentasi karya sastra di PDS HB Jassin dipindahkan ke tempat lain. Kalau tak ada dana, kami tetap akan menutup, dan belum ada bantuan dari orang yang benar tulus karena cinta terhadap karya sastra,” tandas JJ Rizal.

Ketua Dewan Pembina Yayasan HB Jassin, Ajip Rosidi mengatakan, PDS HB Jassin bisa beroperi dengan baik bila mendapat kucuran dana sedikitnya Rp 1 miliar per tahun. Jika dana yang disediakan masih sama dengan tahun 2010, maka pihak yayasan tidak akan mampu meneruskan pengelolaan PDS HB Jassin.

"Jika tahun 2011 hanya disediakan dana Rp 50 juta, sangat mengejutkan kami, dan itu berarti PDS HB Jassin harus ditutup. PDS HB Jassin bisa berjalan lagi kalau dana yang disediakan paling tidak Rp 1 miliar setahun," kata Ajip dalam jumpa pers, beberapa waktu yang lalu.

PDS HB Jassin ini dimulai sebagai dokumentasi pribadi HB Jassin, sang tokoh sastra yang dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia. Jassin menggeluti pendokumentasian sastra ini dengan dana dan tenaga yang serba terbatas sejak ia mengembangkan minatnya akan dunia sastra dan pustaka pada tahun 1930-an, ketika usianya belum lagi 30 tahun.

Dokumentasinya ini menggugah perhatian Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang akhirnya turun tangan untuk ikut memelihara kelestariannya agar dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Karena itulah Ali Sadikin kemudian memberikan tempat kepada HB Jassin di salah satu gedung yang terdapat di Taman Ismail Marzuki sebagai lokasi Pusat Dokumentasi ini.

Yayasan Dokumentasi Sastra HB Jassin didirikan pada 28 Juni 1976. Sejak tahun anggaran 1977/1978, Pemerintah Daerah DKI Jakarta memberikan subsidi kepada yayasan ini yang kemudian berganti nama menjadi Pusat Dokumentasi Sastra. Sementara itu, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga ikut mendukung pembiayaan lembaga ini tahun anggaran l983/l984. Ada pula sumbangan-sumbangan lain dari para donatur tidak tetap.

Pada Mei 2006, pusat dokumentasi ini mempunyai koleksi sebanyak 48.876 dalam bentuk buku-buku fiksi, non-fiksi, naskah drama, biografi dan foto-foto pengarang, kliping, makalah, skripsi, disertasi, rekaman suara, dan rekaman video. Di sini disimpan pula sejumlah surat pribadi dari berbagai kalangan seniman dan sastrawan, seperti NH Dini, Ayip Rosidi, dan Iwan Simatupang.

PDS HB Jassin memberikan pelayanan kepada para pengunjung perpustakaan dan siapa saja yang ingin mencari informasi yang terkait dengan dunia sastra, baik para guru, mahasiswa, sastrawan, di luar Jakarta yang sedang mengerjakan skripsi ataupun disertasi.
(ram)

'Yuk, Kembali ke Perpustakaan'

Dede Rohali - Okezone
Jum'at, 1 April 2011 10:35 wib

Ruang baca Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta (Foto: Dede Rohali)

TAMPAK berjejer ratusan buku tersusun rapi di rak-rak yang tingginya hingga 2 meter. Berbagai kover buku seakan membentuk warna pelangi di setiap deretannya.

Di pojok kanan sekelompok pelajar berseragam putih-biru sibuk membolak-balik lembaran demi lembaran buku di genggamannya. Di pojok kiri tepat di depan dinding bercat putih, pelajar lainnya asyik bermain tombol keyboard yang berhadapan langsung dengan layar monitor 17 inch. 

Itulah sepintas suasana di Perpustakaan Umum Daerah Jakarta, di Gedung Nyi Ageng Serang Lt VII dan VIII, Jalan HR Rasuna Said Kav C22, Jakarta Selatan, saat okezone menyambanginya, baru-baru ini. Perpustakaan adalah pilihan tepat bagi mereka yang ingin terus menggali ilmu, pengetahuan, dan wawasan. Sebagai "jendela dunia", buku menyimpan berbagai informasi penting dan berharga.

Nurhayati misalnya, mahasiswi semester enam jurusan tarbiyah UIN Jakarta ini mengaku antusias berkunjung ke perpustakaan. Perempuan yang senang disapa Aya ini sengaja datang ke itu dari tempat kosnya di daerah Ciputat. “Cari buku sejarah abad pencerahan, tapi belum ketemu eh malah asyik baca buku ini,” ucapnya sambil tersenyum.

Di perpustakaan ini tidak hanya menyediakan buku-buku berbagai jenis, juga dilengkapi dengan fasilitas komputer yang terkoneksi internet.  “Jika pengunjung membutuhkan referensi lain, kami siapkan layanan internet. Penggunaannya hanya 30 menit saja,” ujar Sarah, kepala sub bidang layanan Perpustakaan Umum Daerah Jakarta.

Dia memaparkan perpustakaan yang dikelolanya terdiri dari dua lantai, lengkap dengan berbagai fasilitas. Selain ada akses internet, terdapat ruang audio visual, diskusi, ruangan khusus buku-buku referensi, dan buku terbitan baru. Berbagai jenis buku ini tersusun rapi di 30 rak mulai dari buku sejarah dan biografi, kesenian, olahraga, kesusastraan, ilmu terapan, karya umum, filsafat, agama, ilmu sosial, buku-buku fiksi, dan tidak ketinggalan pula buku braille.

Seakan tak mau dilupakan, pihak pengelola pun memberikan ruang koleksi khusus seputar Jakarta, plus koleksi buku-buku Betawi yang cukup lengkap. Dari buku Jakarta Tempo Doelo karangan Abdul Hakim, Bunga Rampai Sastra Betawi, hingga buku Si Dul Anak Betawi, dapat dijumpai di sana.

Ruangan ini didesain khusus dengan ornamen-ornamen khas Betawi. Terlihat dari dua ondel-ondel yang menciri kesenian asli Jakarta. Selain itu, berbagai foto-foto pejuang berukuran besar menggantung kokoh di tembok coklat, serta beberapa album kegiatan tertata apik di meja. Pengunjung benar-benar diajak berpetualang ke masa lampau Jakarta.

Sayangnya, keberadaan perpustakaan daerah ini jarang dimanfaatkan secara maksimal oleh warga sekitar. Buktinya, siang itu saat okezone menyambanginya hanya beberapa orang yang wara-wiri dan duduk manis di bangku yang tersedia. “Saya punya hobi yang belum tersalurkan sebagai peternak. Makanya saya mau baca referensi-referensi agar dapat ide di sini,” ujar Syaiful Bahri (45), warga Kebun Jeruk, Jakarta.

Tidak ada rugi meluangkan waktu ke perpustakaan. Kata dia, setidaknya di perpustakaan bisa menambah wawasan dan informasi tanpa harus membeli buku yang harganya lumayan mahal. “Pastinya kalau kita ke perpus dan baca bukunya. Jangan cuma dateng dan liat-liat doang,” imbuhnya.

Dari penjelasan Jufri, staf pendaftaran anggota Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta, saat ini tercatat ada peningkatan pengunjung terlebih pada hari Sabtu dan Minggu. "Kalau hari biasa sih memang hanya beberapa orang, paling mahasiswa dan anak-anak sekolahan,” ucapnya.

Untuk menambah pengunjung yang datang, pihak pengelola membuka perpustakaan setiap hari mulai pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB. Jufri menuturkan saat ini jumlah pengunjung rata-rata 150 orang di hari biasa, sedangkan di hari libur bisa mencapai 300 orang. “Tahun 2011 ini yang telah mendaftar sebagai anggota sudah 685 pendaftar,” bebernya.

Kebiasaan berkunjung ke perpustakaan bisa dikatakan belum populer di masyarakat. Warga lebih senang jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Melungkan waktu untuk membaca seakan menjadi kebisaan yang amat mahal. Padahal dibalik gemar membaca ini banyak manfaat.

Ajakan kembali ke perpustakaan sebenarnya sudah digalakan oleh sejumlah sekolah untuk merangsang minat baca anak. Dampak televisi dan internet berpengaruh terhadap pola belajar anak. Dari sejumlah penelitian menunjukan, televisi dan internet berdampak buruk terhadap prestasi belajar anak. Selain itu, tanyangan yang tidak mendidik di televisi maupun internet juga berpengaruh terhadap prilaku menyimpang anak. Pergaulan bebas yang berujung pada pencabulan dan pemerkosaan salah satunya diakibatkan maraknya konten-konten pornografi yang dikonsumsi anak dari televisi dan dunia maya.

Melihat keprihatinan ini, sebuah madrasah di Ibu Kota mencoba menumbuhkan kembali minat anak berkunjung ke perpustakaan. "Perpustakaan jadi alternatif untuk mengisi waktu senggang anak agar tidak diisi dengan hal-hal yang kurang baik,” kata Farah, guru Matematika Yayasan Darul Saadah Jakarta, mengaku khawatir dengan kecenderungan anak lebih tertarik pada internet dan games online.

Menurut perempuan berjilbab ini, kegiatan berkunjung ke perpustakaan dilaksanakan di luar jam belajar sekolah. Tujuannya, kata dia, agar anak-anak mengenal lebih jauh manfaat perpustakaan serta buku-buku yang terdapat di dalamnya.

Tidak hanya pelajar dan mahasiswa yang memanfaatkan Perpustakaan Umum DKI Jakarta ini. Kalangan profesional juga masih ada yang menyempatkan waktu disela kesibukan kerjanya untuk mencari ide dan referensi. Sebut saja Josep, seorang konsultan bisnis yang mengakui perpustakaan cukup membantu kerjanya, selain menghemat pengeluaran.

“Saya ke perpustakaan untuk mencari referensi. Menjalankan suatu proyek itu perlu data atau landasan teori untuk penyusunan proposal. Jika ke toko buku kan butuh biaya. Kalau di perpustakaan bisa lebih banyak buku yang saya garap dan itu gratis,” paparnya.

Perpustakaan adalah aset penting yang dapat menunjang kemajuan khususnya bagi pemenuhan kebutuhan ilmu dan pengetahuan, selain memacu minat baca masyarakat. Data survei lima tahunan dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), benar-benar membuat kita mengurut dada. Pasalnya, survei yang melibatkan siswa SD itu hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.

Kemudian dalam penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 juga memposisikan Indonesia pada urutan 110 dari 173 negara yang disurvei. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009.

Kecenderungan ini akan terus menurun jika tidak ada perubahan radikal dari pemerintah untuk menggenjot minat baca masyarakat, terutama di kalangan anak-anak. Kita berharap kebijakan pemerintah yang menjadikan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional sejak delapan tahun silam, tidak sebatas simbolisasi. Tapi, benar-benar menjadi satu komitmen dan tekat kuat untuk menjadikan bangsa Indonesia yang gemar membaca. Semua itu diawali dengan kebijakan memperkuat kapasitas manajemen dan infrastruktur khususnya perpustakaan yang dikelola pemerintah.

Perpustakaan juga sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya, di samping mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Semua itu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pembangunan nasional.

Diharapkan melalui kunjungan ke perpustakaan dapat mengenali lebih dekat lagi budaya bangsa sendiri. Predikat perpustakaan yang masih sebagai "anak tiri" di mata pemerintah dan masyarakat inilah yang harus diubah.
(ram)