Rabu, 23 Maret 2011

Negeri Tanpa Ingatan

WEDNESDAY, 23 MARCH 2011 09:15


KBR68H - Apa jadinya manusia tanpa ingatan?
Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin adalah ingatan. Menyimpan hampir 50 ribu lebih karya sastra Indonesia, sejak berdiri pada 1976. Tempat ini didirikan oleh HB Jassin yang berjuluk ‘Paus Sastra Indonesia’. Ia memulai pusat dokumentasi ini dengan dana dan tenaga terbatas.
Gubernur Jakarta kala itu, Ali Sadikin, lantas memberikan tempat di Taman Ismail Marzuki supaya koleksi yang sudah dirintis oleh HB Jassin bisa terawat dengan baik.

Tempat ini adalah pusat ingatan, yang jadi referensi bagi peneliti, wartawan, seniman, atau siapa pun yang tertarik dengan dunia sastra. Dengan belasan ribu buku fiksi serta non-fiksi, ratusan buku referensi dan naskah drama, biografi, kliping, maka Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin adalah harta karun.
Tapi kita tahu, betapa pemerintah kita tak menghargai sejarah, begitu mudah mengesampingkan ingatan. Ada begitu banyak museum yang kusam, berdebu dan tak terurus. Begitu juga nasib yang bakal menghadang pusat dokumentasi sastra ini. Dengan anggaran yang dipangkas habis dari 500 juta menjadi 50 juta per tahun, tempat bersejarah ini tak hanya akan jadi berdebu, tapi mungkin tutup untuk selamanya.
Pengelola PDS HB Jassin mengaku butuh sedikitnya 1 miliar rupiah untuk menjalankan tempat ini. Buku-buku tua yang dikoleksi harus dipelihara, salah satunya dengan pengasapan yang bisa menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Angka ini terasa besar, tapi sungguh uang yang sangat berharga untuk dikeluarkan demi menjaga ingatan, arsip dan catatan bersejarah negeri ini.
Arsip adalah pusat ingatan. Dan itu lah yang sejatinya dilakukan oleh Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Gubernur Jakarta Fauzi Bowo sudah minta maaf atas ‘tsunami’ anggaran ini. Menurut dia, ini terjadi lantaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan digabung, sehingga tempat ini tak lagi jadi prioritas. Ia berjanji akan mengoreksi anggaran, meski tak langsung berjanji memberikan dana 1 miliar per tahun seperti yang dibutuhkan PDS HB Jassin.
Persis di Hari Puisi Senin lalu, gerakan itu pun dimulai, koin sastra untuk menyelamatkan PDS HB Jassin. Menyindir negara yang tak menurunkan anggaran memadai, menggalang kepedulian dari sesama. Koin sudah berhasil untuk Prita Mulyasari, juga digerakkan untuk memulangkan TKI dari Arab Saudi, kini koin pula yang dipilih untuk memperjuangkan ‘Istana Sastra’ yang dibangun dari nol oleh seorang berjuluk ‘Paus Sastra Indonesia’.
Apakah Anda sudi negeri ini bertumbuh besar tanpa ingatan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar