Jumat, 01 April 2011

'Yuk, Kembali ke Perpustakaan'

Dede Rohali - Okezone
Jum'at, 1 April 2011 10:35 wib

Ruang baca Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta (Foto: Dede Rohali)

TAMPAK berjejer ratusan buku tersusun rapi di rak-rak yang tingginya hingga 2 meter. Berbagai kover buku seakan membentuk warna pelangi di setiap deretannya.

Di pojok kanan sekelompok pelajar berseragam putih-biru sibuk membolak-balik lembaran demi lembaran buku di genggamannya. Di pojok kiri tepat di depan dinding bercat putih, pelajar lainnya asyik bermain tombol keyboard yang berhadapan langsung dengan layar monitor 17 inch. 

Itulah sepintas suasana di Perpustakaan Umum Daerah Jakarta, di Gedung Nyi Ageng Serang Lt VII dan VIII, Jalan HR Rasuna Said Kav C22, Jakarta Selatan, saat okezone menyambanginya, baru-baru ini. Perpustakaan adalah pilihan tepat bagi mereka yang ingin terus menggali ilmu, pengetahuan, dan wawasan. Sebagai "jendela dunia", buku menyimpan berbagai informasi penting dan berharga.

Nurhayati misalnya, mahasiswi semester enam jurusan tarbiyah UIN Jakarta ini mengaku antusias berkunjung ke perpustakaan. Perempuan yang senang disapa Aya ini sengaja datang ke itu dari tempat kosnya di daerah Ciputat. “Cari buku sejarah abad pencerahan, tapi belum ketemu eh malah asyik baca buku ini,” ucapnya sambil tersenyum.

Di perpustakaan ini tidak hanya menyediakan buku-buku berbagai jenis, juga dilengkapi dengan fasilitas komputer yang terkoneksi internet.  “Jika pengunjung membutuhkan referensi lain, kami siapkan layanan internet. Penggunaannya hanya 30 menit saja,” ujar Sarah, kepala sub bidang layanan Perpustakaan Umum Daerah Jakarta.

Dia memaparkan perpustakaan yang dikelolanya terdiri dari dua lantai, lengkap dengan berbagai fasilitas. Selain ada akses internet, terdapat ruang audio visual, diskusi, ruangan khusus buku-buku referensi, dan buku terbitan baru. Berbagai jenis buku ini tersusun rapi di 30 rak mulai dari buku sejarah dan biografi, kesenian, olahraga, kesusastraan, ilmu terapan, karya umum, filsafat, agama, ilmu sosial, buku-buku fiksi, dan tidak ketinggalan pula buku braille.

Seakan tak mau dilupakan, pihak pengelola pun memberikan ruang koleksi khusus seputar Jakarta, plus koleksi buku-buku Betawi yang cukup lengkap. Dari buku Jakarta Tempo Doelo karangan Abdul Hakim, Bunga Rampai Sastra Betawi, hingga buku Si Dul Anak Betawi, dapat dijumpai di sana.

Ruangan ini didesain khusus dengan ornamen-ornamen khas Betawi. Terlihat dari dua ondel-ondel yang menciri kesenian asli Jakarta. Selain itu, berbagai foto-foto pejuang berukuran besar menggantung kokoh di tembok coklat, serta beberapa album kegiatan tertata apik di meja. Pengunjung benar-benar diajak berpetualang ke masa lampau Jakarta.

Sayangnya, keberadaan perpustakaan daerah ini jarang dimanfaatkan secara maksimal oleh warga sekitar. Buktinya, siang itu saat okezone menyambanginya hanya beberapa orang yang wara-wiri dan duduk manis di bangku yang tersedia. “Saya punya hobi yang belum tersalurkan sebagai peternak. Makanya saya mau baca referensi-referensi agar dapat ide di sini,” ujar Syaiful Bahri (45), warga Kebun Jeruk, Jakarta.

Tidak ada rugi meluangkan waktu ke perpustakaan. Kata dia, setidaknya di perpustakaan bisa menambah wawasan dan informasi tanpa harus membeli buku yang harganya lumayan mahal. “Pastinya kalau kita ke perpus dan baca bukunya. Jangan cuma dateng dan liat-liat doang,” imbuhnya.

Dari penjelasan Jufri, staf pendaftaran anggota Perpustakaan Umum Daerah DKI Jakarta, saat ini tercatat ada peningkatan pengunjung terlebih pada hari Sabtu dan Minggu. "Kalau hari biasa sih memang hanya beberapa orang, paling mahasiswa dan anak-anak sekolahan,” ucapnya.

Untuk menambah pengunjung yang datang, pihak pengelola membuka perpustakaan setiap hari mulai pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB. Jufri menuturkan saat ini jumlah pengunjung rata-rata 150 orang di hari biasa, sedangkan di hari libur bisa mencapai 300 orang. “Tahun 2011 ini yang telah mendaftar sebagai anggota sudah 685 pendaftar,” bebernya.

Kebiasaan berkunjung ke perpustakaan bisa dikatakan belum populer di masyarakat. Warga lebih senang jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Melungkan waktu untuk membaca seakan menjadi kebisaan yang amat mahal. Padahal dibalik gemar membaca ini banyak manfaat.

Ajakan kembali ke perpustakaan sebenarnya sudah digalakan oleh sejumlah sekolah untuk merangsang minat baca anak. Dampak televisi dan internet berpengaruh terhadap pola belajar anak. Dari sejumlah penelitian menunjukan, televisi dan internet berdampak buruk terhadap prestasi belajar anak. Selain itu, tanyangan yang tidak mendidik di televisi maupun internet juga berpengaruh terhadap prilaku menyimpang anak. Pergaulan bebas yang berujung pada pencabulan dan pemerkosaan salah satunya diakibatkan maraknya konten-konten pornografi yang dikonsumsi anak dari televisi dan dunia maya.

Melihat keprihatinan ini, sebuah madrasah di Ibu Kota mencoba menumbuhkan kembali minat anak berkunjung ke perpustakaan. "Perpustakaan jadi alternatif untuk mengisi waktu senggang anak agar tidak diisi dengan hal-hal yang kurang baik,” kata Farah, guru Matematika Yayasan Darul Saadah Jakarta, mengaku khawatir dengan kecenderungan anak lebih tertarik pada internet dan games online.

Menurut perempuan berjilbab ini, kegiatan berkunjung ke perpustakaan dilaksanakan di luar jam belajar sekolah. Tujuannya, kata dia, agar anak-anak mengenal lebih jauh manfaat perpustakaan serta buku-buku yang terdapat di dalamnya.

Tidak hanya pelajar dan mahasiswa yang memanfaatkan Perpustakaan Umum DKI Jakarta ini. Kalangan profesional juga masih ada yang menyempatkan waktu disela kesibukan kerjanya untuk mencari ide dan referensi. Sebut saja Josep, seorang konsultan bisnis yang mengakui perpustakaan cukup membantu kerjanya, selain menghemat pengeluaran.

“Saya ke perpustakaan untuk mencari referensi. Menjalankan suatu proyek itu perlu data atau landasan teori untuk penyusunan proposal. Jika ke toko buku kan butuh biaya. Kalau di perpustakaan bisa lebih banyak buku yang saya garap dan itu gratis,” paparnya.

Perpustakaan adalah aset penting yang dapat menunjang kemajuan khususnya bagi pemenuhan kebutuhan ilmu dan pengetahuan, selain memacu minat baca masyarakat. Data survei lima tahunan dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), benar-benar membuat kita mengurut dada. Pasalnya, survei yang melibatkan siswa SD itu hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.

Kemudian dalam penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 juga memposisikan Indonesia pada urutan 110 dari 173 negara yang disurvei. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009.

Kecenderungan ini akan terus menurun jika tidak ada perubahan radikal dari pemerintah untuk menggenjot minat baca masyarakat, terutama di kalangan anak-anak. Kita berharap kebijakan pemerintah yang menjadikan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional sejak delapan tahun silam, tidak sebatas simbolisasi. Tapi, benar-benar menjadi satu komitmen dan tekat kuat untuk menjadikan bangsa Indonesia yang gemar membaca. Semua itu diawali dengan kebijakan memperkuat kapasitas manajemen dan infrastruktur khususnya perpustakaan yang dikelola pemerintah.

Perpustakaan juga sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya, di samping mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Semua itu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pembangunan nasional.

Diharapkan melalui kunjungan ke perpustakaan dapat mengenali lebih dekat lagi budaya bangsa sendiri. Predikat perpustakaan yang masih sebagai "anak tiri" di mata pemerintah dan masyarakat inilah yang harus diubah.
(ram)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar